Mengungkap Rahasia Strategi "Bakar Uang" Startup: Apa yang Perlu Anda Ketahui Sebagai Investor
Dalam dunia yang semakin akrab dengan istilah startup, dimana beberapa di antaranya bahkan mencapai prestasi unicorn dan decacorn, kita sering kali bertanya-tanya mengapa startup-startup yang terlihat mewah ini tampaknya terus memompa banyak uang ke dalam promosi, seperti sedang 'membakar uang.' Strategi ini kadang-kadang terasa berlebihan, dan ini pasti membuat para investor bertanya, "Apakah semua ini sepadan? Apakah startup ini benar-benar menguntungkan?"
Dalam pembahasan ini, kita akan menjelajahi lebih dalam dunia startup yang penuh dengan dinamika, mencari pemahaman mengapa strategi 'bakar uang' digunakan, dan bagaimana hal ini bisa mempengaruhi kinerja dan potensi hasil investasi kita sebagai para investor. Dengan informasi ini, kita dapat memiliki pemahaman yang lebih manusiawi dan komprehensif terkait investasi kita dalam startup-startup yang bersemangat ini.
Mengapa sebagian besar startup tampaknya begitu dermawan dalam menghabiskan uang? Ini adalah pertanyaan yang seringkali menggelitik. Pendiri startup, pada umumnya, memulai perjalanan mereka hanya dengan sebuah gagasan atau model bisnis. Untuk menguji apakah ide dan model bisnis mereka benar-benar bisa diterima oleh pasar (yang sering disebut dengan product-market fit), para pendiri ini perlu melakukan upaya besar dalam menarik perhatian konsumen.
Promosi besar-besaran adalah salah satu cara utama untuk mencapai tujuan ini, namun, tentu saja, berpromosi dalam skala besar memerlukan investasi finansial yang signifikan. Pertanyaannya adalah, dari mana uang ini berasal? Mungkin ada sebagian dari pendanaan awal yang diinvestasikan oleh para pendiri sendiri, dalam istilahnya "bootstrap," tetapi pada tahap tertentu, mereka akan perlu mencari investor untuk mendapatkan dana tambahan.
Rangkaian pendanaan dari berbagai investor, dengan jumlah yang bertambah dari waktu ke waktu hingga mencapai ratusan juta dolar, memungkinkan startup untuk mengembangkan model bisnis mereka, berlanjut dengan kampanye promosi yang masif, dan akhirnya meraih prestasi sebagai "startup unicorn." Mari kita selami lebih dalam fenomena yang mendasari ini.
Salah satu istilah yang kerap terdengar dalam dunia startup adalah GMV atau Gross Merchandise Value, yang sering digunakan oleh pelaku bisnis online dan perusahaan startup untuk mengukur kesehatan finansial usaha mereka.
Menurut Investopedia, GMV adalah nilai total barang atau produk yang berhasil terjual selama periode tertentu melalui platform C2C (Customer to Customer), seperti aplikasi dan situs web.
Melalui konsep GMV, platform C2C seperti e-commerce dapat mengukur pendapatan mereka setelah mempertimbangkan jumlah transaksi dan biaya administrasi yang terkait. Secara khusus, GMV adalah metrik yang sangat penting dalam dunia perusahaan startup yang berfokus pada e-commerce.
Perlu dicatat bahwa setiap kali pengguna aplikasi atau situs web perusahaan e-commerce melakukan transaksi jual-beli, nilai GMV akan bertambah. Ini menjadi indikator vital yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan dan kinerja bisnis dalam ekosistem startup yang kompetitif. Mari kita eksplorasi lebih lanjut konsep ini untuk memahami perannya dalam dunia bisnis online.
Dalam perjalanan dunia startup yang seringkali membingungkan, muncul satu strategi yang pada awalnya mungkin terlihat kontradiktif: "membakar uang." Ini adalah langkah yang seringkali diambil oleh banyak startup, dan ada beberapa tujuan yang mendasarinya.
Salah satu tujuan utama di balik strategi "membakar uang" adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap merek atau brand awareness. Melalui berbagai promosi besar-besaran, seperti potongan harga menggiurkan, penawaran pengiriman gratis, atau bahkan hadiah-hadiah menarik, startup berupaya agar produk atau layanan mereka dikenal lebih luas oleh calon konsumen. Tingkat kesadaran ini dapat dibangun melalui logo yang ikonik, pesan tagline yang mengena, atau desain kemasan yang menarik.
Startup juga menggunakan strategi "membakar uang" untuk merebut dan menguasai pangsa pasar (market share). Terutama bagi startup baru yang harus bersaing dengan produk yang sudah ada atau bersaing dengan produk sejenis yang sudah mapan, upaya ekstra dibutuhkan agar mereka dapat dikenal oleh target pasar. Ini melibatkan berbagai promosi untuk merayu konsumen mencoba produk startup dan beralih dari pesaing lain, sehingga startup dapat mendominasi pasar.
Penelitian telah menunjukkan bahwa aspek-aspek seperti kemasan produk, harga, dan kesadaran terhadap merek berpengaruh signifikan pada loyalitas pelanggan atau brand loyalty. Dengan melakukan strategi "membakar uang," startup berupaya untuk menciptakan loyalitas pelanggan yang kuat. Pelanggan yang loyal adalah tujuan utama dari promosi besar-besaran ini. Dengan menjaga loyalitas pelanggan, startup dapat menghasilkan keuntungan yang lebih stabil tanpa perlu terus-menerus melakukan promosi besar.
Namun, perlu diingat bahwa meskipun strategi ini memiliki manfaat, penggunaannya yang berlebihan atau tanpa perencanaan yang baik dapat berdampak negatif pada startup, termasuk risiko kehilangan status mereka. Mari kita telaah lebih dalam dampak dari strategi ini dalam ekosistem startup yang selalu berubah.
Banyak yang menganggap bahwa strategi "bakar uang" (burn rate) yang sering digunakan oleh perusahaan startup, terutama yang berhasil mencapai status unicorn dengan valuasi miliaran dolar, sebenarnya bisa menjadi bumerang yang berbahaya bagi perusahaan itu sendiri. Mari kita telaah beberapa faktor yang menjadi dasar anggapan ini:
Anda mungkin familiar dengan praktik startup yang memberikan potongan harga hingga 100% pada awal peluncurannya. Promosi semacam ini sering kali disertai dengan berbagai bonus, termasuk produk gratis dan pengiriman gratis. Serangan promosi yang terus-menerus ini menarik perhatian konsumen dan menjadi pembicaraan banyak orang. Ini adalah apa yang dikenal sebagai teknik dumping.
Singkatnya, dumping adalah praktik memberikan harga yang jauh di bawah harga pasar untuk menguasai pangsa pasar. Bahkan, seringkali harga yang ditawarkan oleh perusahaan melebihi nilai margin, yang berarti perusahaan menjual dengan kerugian.
Jika para konsumen mulai tertarik dan beralih ke produk dari satu perusahaan, kompetitor yang memiliki produk serupa akan merasa tertantang. Salah satu opsi yang paling kuat bagi mereka adalah menawarkan promosi serupa, termasuk potongan harga dan bonus lainnya. Akibatnya, 'politik dumping' terus berlanjut.
Ketika perusahaan startup melakukan dumping, terutama jika diikuti oleh kompetitor, ini dapat mengarah pada "endless dumping." Praktik ini berarti perusahaan terus menjual dengan harga di bawah margin tanpa mencapai profit.
Agar dumping dapat berlanjut, perusahaan startup memerlukan pendanaan. Ini mengarah pada serangkaian putaran pendanaan yang terus berlanjut. Namun, setiap putaran pendanaan tersebut biasanya menghasilkan pengurangan kepemilikan saham pendiri (founder) startup. Hal ini berarti semakin banyak investor dan manajemen baru yang masuk.
Perubahan di dalam manajemen, dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi, dapat mengganggu operasional yang cenderung kurang matang. Ini terjadi karena kestabilan dan arahan yang sering berubah.
Banyak startup mengumumkan valuasi miliaran dolar, yang sebenarnya berasal dari target pendanaan yang diajukan kepada investor. Ini bisa menjadi masalah ketika startup mengukur kesuksesan mereka berdasarkan metrik GMV (Gross Merchandise Value). GMV adalah total nilai barang yang terjual melalui situs atau aplikasi dalam periode tertentu.
Namun, nilai GMV ini sebenarnya tidak memiliki makna jika tidak diikuti oleh aliran kas yang menguntungkan bagi pemegang saham. Banyak startup belum mencapai penerimaan dividen meskipun telah menerima pendanaan dari pemegang saham.
Kepuasan pelanggan adalah elemen kunci yang harus diperhatikan oleh setiap startup. Setiap pelanggan sangat berharga, dan oleh karena itu, pelayanan pelanggan yang baik adalah hal yang sangat penting untuk menjaga tingkat retensi pelanggan yang baik.
Namun, sering kali pengalaman pelanggan pada layanan startup terganggu oleh aplikasi yang belum matang dan penuh dengan masalah teknis. Selain itu, masalah seperti hilangnya uang pelanggan dan distribusi komisi yang tidak adil kepada mitra juga dapat merusak pengalaman pelanggan.
Merasa besar, kuat, dan tak terkalahkan karena memiliki status sebagai startup unicorn juga dapat menjadi ancaman. Kesombongan berlebihan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap masalah internal dan eksternal yang sebenarnya sangat krusial.
Tujuan utama dari strategi "bakar uang" yang sering digunakan oleh startup adalah untuk mencapai loyalitas pelanggan. Ketika pelanggan telah menjadi setia, aktivitas "bakar uang" dapat berkurang dan bahkan dihentikan.
Anda mungkin bertanya-tanya mengapa ada perbedaan dalam pendekatan promosi untuk pelanggan baru dan pelanggan yang sudah lama. Ini karena startup biasanya memiliki batasan minimum yang harus dicapai sebelum mereka dapat mengurangi aktivitas "bakar uang."
Ketika pelanggan telah loyal, jenis layanan atau produk apa pun yang ditawarkan oleh startup masih akan membuat pelanggan tetap setia dan memberikan keuntungan yang stabil. Inilah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan startup yang memulai akuisisi konsumen melalui strategi "bakar uang."
Mengelola sebuah perusahaan startup sebagai pendiri adalah tantangan yang penuh dengan berbagai faktor yang kompleks. Namun, jika Anda lebih tertarik untuk menjadi seorang investor dalam bisnis yang menjanjikan dan mendapatkan keuntungan dari kinerja bisnis, ada opsi yang dapat Anda pertimbangkan. Salah satu opsi tersebut adalah crowdfunding, yang merupakan bentuk pendanaan bisnis dari sejumlah besar individu secara digital. Hal ini mempermudah investor untuk berinvestasi dalam bisnis tanpa harus menjadi pendiri atau pemilik bisnis itu sendiri.
Karena itu, sistem crowdfunding dapat menjadi pilihan yang menarik untuk investasi jangka panjang dalam portofolio Anda.