Inflasi adalah topik yang ramai dibicarakan belakangan ini karena naiknya harga barang dan BBM di masyarakat. Namun, terdapat jenis-jenis inflasi yang masing-masing di antaranya tentu berbeda dampak dan penyebabnya.
Mulai dari inflasi ringan berkisar di bawah 10%, inflasi sedang berkisar 10%-30%, inflasi sangat berat berkisar 30%-100%, hingga hiperinflasi, yaitu ketika tingkat laju inflasi mencapai lebih dari 100%, di mana angka tersebut dapat dikalkulasi dalam periode tahunan
Untuk memahami kondisi perekonomian terkini, penting untuk tahu macam-macam inflasi. Berada di mana kah kondisi ekonomi Indonesia berdasarkan jenis-jenis inflasi yang ada?
Yuk, baca artikel ini untuk tahu kategori inflasi, apa penyebab dan jenis-jenis inflasi, indikator inflasi, hingga dampak inflasi bagi ekonomi masyarakat!
Apa Itu Inflasi?
Dilansir dari Bank Indonesia (BI), pengertian inflasi adalah kondisi di mana harga barang dan jasa secara luas dan terus menerus meningkat dalam jangka waktu tertentu. Kondisi inflasi ini pun betul-betul ditentukan oleh beragam indikator inflasi yang ada.
Misalnya contoh sederhana, perputaran uang yang terlalu banyak di masyarakat menyebabkan nilai uang semakin tidak ada artinya karena tersedia sangat banyak yang menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat semakin tinggi.
Jenis-jenis inflasi punya dampak yang berbeda-beda pula, namun sederhananya, penyebab dari macam-macam inflasi ini didasari karena tidak seimbangnya arus uang dan barang.
Apa Penyebab dan Jenis-jenis Inflasi?
Kenaikan harga sendiri di Indonesia adalah kondisi yang sepenuhnya wajar. Apalagi, dalam momen-momen tertentu di mana terdapat kecenderungan masyarakat untuk melakukan kegiatan konsumsi lebih tinggi dibanding waktu lainnya, misalnya mendekati hari besar atau perayaan.
Karena itu, ada kondisi spesifik yang harus terjadi agar kenaikan harga-harga dapat dikatakan sebagai fenomena inflasi. Berikut ini adalah penjelasan tentang macam-macam inflasi yang harus kamu ketahui.
Dalam kategori macam-macam inflasi ini, terdapat empat tingkatan inflasi, yaitu.
Jenis inflasi ini mengacu pada nilai yang tergolong kecil, yaitu lajunya kurang dari 10% per tahun. Saat sebuah negara mengalami inflasi ringan, maka dampaknya tidak begitu terasa signifikan karena kenaikan harga-harganya hanya terjadi secara umum dan tidak menyuluruh.
Jenis inflasi ini mengacu pada nilai laju inflasi sedang berkisar antara 10%-30% per tahun. Kondisi inflasi ini cukup membahayakan kegiatan perekonomian karena inflasi ini dapat berpengaruh signifikan pada penurunan kesejahteraan masyarakat yang memiliki penghasilan tetap.
Jenis inflasi berat adalah ketika tingkat laju inflasi berkisar antara 30%-100% per tahun. Ketika kondisi ini terjadi, perekonomian sebuah negara akan secara masif melambat. Di mana masyarakat sepenuhnya bergantung pada kepemilikan cash.
Ketika inflasi berat terjadi, utamanya bunga bank pasti akan jauh lebih kecil daripada laju inflasi. Karena itu, uang akan terus beredar di masyarakat karena masyarakat tidak ingin menyimpan uangnya di bank karena ketakutan akan uangnya berkurang nilai.
Jenis inflasi sangat berat adalah saat tingkat laju inflasi sebuah negara mencapai lebih dari 100% per tahun. Jika hal ini terjadi, hampir mustahil sebuah negara melalui pemerintah atau bank sentral mengontrol angka jenis inflasi ini.
Jenis-jenis inflasi berdasarkan sifatnya terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu.
Inflasi merayap adalah saat laju inflasi rendah menyebabkan kenaikan harga terjadi namun secara lambat. Utamanya, creeping inflation ditandai dengan laju persentase inflasi yang relatif kecil serta dalam jangka waktu yang lama
Galloping inflation adalah ketika kenaikan harga cukup tinggi dan berjalan dalam jangka pendek, namun berulang. Terkadang, galloping inflation juga terjadinya bersifat akselerasi.
Artinya, terdapat kenaikan harga-harga dalam periode waktu minggu atau bulan yang terus menerus berkelanjutan lebih tinggi daripada harga-harga minggu atau bulan sebelumnya. Jadi, ciri khas galloping inflation adalah naiknya tingkat inflasi yang periodik.
Hyperinflation adalah kondisi perputaran uang yang terjadi secara cepat yang menyebabkan harga naik secara akseleratif. Umumnya, keadaan ini muncul karena pemerintah mengalami defisit anggaran belanja karena fenomena besar dan sulit dihindari seperti perang Rusia-Ukraina.
Ketika kondisi ini terjadi, kemungkinan besar pemerintahan akan menutup anggaran negara dan terpaksa mencetak uang untuk mempertahankan kondisi negaranya. Karena itu dalam kondisi hyperinflation, hal yang paling mungkin terjadi adalah sebuah negara ekonominya kolaps dan memasuki krisis moneter.
Jenis inflasi ini dikategorikan ke dalam tiga penyebab, yaitu.
Mengutip dari laman Bank Indonesia, cost push inflation adalah jenis inflasi yang timbul karena terdapat tekanan dari segi supply, contohnya depresiasi kurs nilai tukar, efek domino inflasi yang terjadi di luar negeri terutama negara-negara mitra dagang seperti Amerika Serikat, hingga meningkatnya harga-harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price).
Dampak dari cost push inflation juga dapat disebabkan oleh terhentinya suplai barang secara tiba-tiba akibat bencana alam yang akhirnya menyebabkan terganggunya proses distribusi.
Demand pull inflation adalah jenis inflasi yang timbul karena tekanan dari sisi demand (permintaan). Utamanya, faktor penyebab demand pull inflation adalah permintaan barang dan jasa lebih tinggi dibandingkan kemampuan dalam penyediaannya.
Dalam konteks makro ekonomi, kondisi jenis inflasi ini diilustrasikan oleh output riil yang melebihi output potensialnya, atau permintaan total (aggregate demand) lebih besar dibandingkan kapasitas perekonomian.
Contoh sederhananya adalah, kebutuhan dan konsumsi BBM di Indonesia yang melebihi kemampuan negara memproduksi BBM. Hal ini menyebabkan kenaikan BBM karena nilai subsidi harus dikurangi karena negara harus mengalokasikan APBN untuk impor minyak mentah dan olahan.
Jenis ekspektasi inflasi adalah kondisi yang dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi pada keputusan kegiatan ekonominya. Contohnya, inflasi musiman yang terjadi karena perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang saat akan mendekati hari-hari besar keagamaan.
Dapat dilihat juga, fenomena ekspektasi inflasi ini terjadi saat harga barang dan jasa menjelang hari raya keagamaan meningkat, meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi.
Ekspektasi inflasi ini sifatnya cenderung adaptif atau forward looking, sama halnya inflasi yan mungkin terjadi saat ada kebijakan baru pemerintah dalam menentukan UMP (Upah Minimum Provinsi) terbaru.
Imported inflation adalah kenaikan spesifik harga barang atau jasa yang diimpor atau berasal dari luar negeri. Ketika harga impor meningkat, harga semua barang dan jasa meningkat yang diimpor akan terkena dampak kenaikan.
Pada dasarnya, inflasi impor disebabkan oleh nilai kurs mata uang asing yang menyebabkan kenaikan harga umum dan berkelanjutan karena kenaikan biaya produk-produk impor.
Inflasi yang berasal dari dalam negeri atau domestic inflation. Contoh sederhana penyebab domestic inflation adalah ketika terjadi defisit anggaran belanja negara yang terjadi secara terus menerus.
Misalnya, disebabkan karena gagal panen yang menyebabkan negara kehilangan sumber devisa ekspor, atau pengalihan APBN untuk menghadapi permasalahan ekonomi yang lebih tinggi urgensinya sehingga negara harus mencetak uang baru dalam jumlah yang besar untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan.
Situasi umum penyebab domestic inflation juga terjadi saat biaya produksi dalam negeri tinggi diikuti dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap barang, namun kenaikan penawaran tidak bisa mengimbangi.
Indikator inflasi di Indonesia umumnya dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Dalam IHK ini, terdapat 7 kelompok pengeluaran masyarakat berikut.
Dalam proses cara mengukur inflasi, sebuah negara memiliki formula perhitungan atau rumus inflasi tertentu yang digunakan. Jika terdapat tren kenaikan harga terus menerus dari produk atau jasa yang termasuk ke dalam 7 kelompok di atas, maka pemerintah akan mengacu pada indikator berikut.
Memasuki akhir tahun, Indonesia tentu telah memiliki catatan laju inflasi yang terjadi. Biasanya, laju ini dapat dilihat dari data inflasi bulanan yang secara berkala diperbarui oleh Bank Indonesia.
Dari data di atas, dapat disimpulkan sebenarnya tingkat inflasi di Indonesia menunjukkan angka yang relatif aman karena masih di kisaran inflasi rendah,yaitu lajunya di bawah 10% saja. Meski begitu, kamu tetap harus mewaspadai kondisi ekonomi yang belum terlalu stabil saat ini.
Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi global yang memang dalam kondisi yang tak tentu dikarenakan perang Rusia-Ukraina, inflasi di Amerika Serikat yang mendekati angka 10% di mana angka ini tertinggi sejak 80 tahun lalu, serta naiknya BBM karena pengurangan anggaran subsidi dari pemerintah.
Langkah Bijak Menghadapi Inflasi
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa inflasi dapat menyebabkan efek domino yang akhirnya bisa memberhentikan pertumbuhan ekonomi suatu negara jika tidak dapat dikontrol lagi lajunya.
Saat inflasi terus menerus terjadi, daya beli masyarakat akan semakin menurun. Padahal, penggerak laju ekonomi suatu negara salah satunya penopang utamanya adalah tingkat konsumsi masyarakat. Jika laju inflasi terus bertambah, maka harga produk dan jasa pun akan ikut naik.
Mulai dari harga pangan, jasa transportasi umum, tarif dasar listrik dan ojek online, hingga kenaikan suku bunga acuan yang merupakan kebijakan bank sentral untuk menekan laju inflasi. Namun, sebagai masyarakat kamu bisa melakukan tindakan untuk menghindari dan menghadapi kemungkinan jenis-jenis inflasi yang terjadi, salah satunya adalah melakukan investasi.
Melalui investasi, untuk melindungi nilai uang dari penurunan daya beli, uang tersebut perlu diinvestasikan dalam aset yang bisa menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi.
Sederhananya, mengalokasikan sebagian uang untuk berinvestasi, dana tersebut akan meningkat nominalnya sehingga ketika nanti inflasi terjadi, dana yang kamu miliki pasti akan ikut meningkat jauh dari modal awal investasi.
Seiring dengan peningkatan pendapatan dari investasi, semakin leluasa juga kamu dalam memiliki opsi untuk menabung, menyiapkan dana hari tua, atau kebutuhan lainnya.